Thursday, June 4, 2015

Menggenjot Produksi Padi dengan SUPER NASA GRANULE




Semestinya, kenaikan harga beras yang berulang setiap tahun dijadikan peluang untuk menggenjot produksi. Tentu, bagi sentra-sentra produksi padi seperti di Jawa, upaya meningkatkan produksi hanya bisa ditempuh dengan intensifikasi. Akibat penyempitan lahan di Jawa, Sumatera, dan Bali, upaya untuk meningkatkan produksi padi hanya dapat dilakukan dengan intensifikasi. Salah satu trik yang bisa diterapkan adalah menambahkan pupuk SUPER NASA GRANULE
Aplikasi pupuk   SUPER NASA GRANULE  sangat efektif dan efisien, karena hanya dibutuhkan 50 kg per hektar. Selain mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap SUPER NASA GRANULE  juga diperkaya dengan ZPT yang berfungsi sebagai perangsang akar, batang dan buah. Penggunaan SUPER NASA GRANULE  dapat mengurangi kebutuhan pupuk makro UREA, TSP, KCL maksimal 50% dari total penggunaan.
Sebelum menambahkan pupuk mikro, produksi padi Ciherang yang ditanam Bapak Sakti di Madiun, pada musim hujan rata-rata hanya 8 ton GKP per ha. Sedangkan saat musim kemarau rata-rata 8.7 ton. Sebaliknya, setelah mengaplikasikan pupuk SUPER NASA GRANULE, hasil panen musim hujan meningkat menjadi 9-9,5 ton per ha, atau naik hingga 19%. Demikian pula sewaktu musim kemarau, meningkat menjadi rata-rata 12 ton GKP per ha (20%).
Dengan menambahkan 50 kg pupuk SUPER NASA GRANULE, Bapak Sakti mengeluarkan tambahan biaya produksi Rp.950.000 per ha. Penggunaan pupuk makro UREA, TSP & KCL dikurangi sampai 50%, jika semula beliau menggunakan makro NPK Phonska sebanyak 700 kg, dengan menggunakan pupuk SUPER NASA GRANULE beliau hanya memerlukan 350 kg pupuk makro, ini berarti pengurangan biaya pupuk makro sebesar Rp. 840.000, ini berarti ada penambahan modal sekitar Rp. 110.000. Tambahan modal itu nyaris tak berarti bila dibandingkan hasil panennya.
Natural Nusantara: Menanam Padi di Lahan Pasir
Tak dapat dipungkiri, pemahaman sebagian besar petani terhadap konsep pemupukan lengkap berimbang hingga kini masih rendah. Buktinya, sampai sekarang mereka lebih banyak mengandalkan pupuk Urea, SP-18, KCl maupun ZA. Padahal pupuk itu pun hanya dapat memenuhi sebagian unsur hara makro, seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), atau Sulfur (S).
Menurut Prof. Dr. Iswandi Anas, Pakar Bioteknologi Tanah di Faperta IPB, untuk tumbuh dengan baik semua tanaman termasuk padi memerlukan paling tidak 16 unsur hara esensial. Terbagi atas unsur hara makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S) serta unsur mikro (Fe, Mn, Mo, B, Cu, Zn, dan Cl). “Pupuk mikro hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Kalau takaran pupuk makro butuh ratusan kg per ha, pupuk mikro hanya 0,5-10 kg,” jelasnya.
Hal senada diutarakan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si., Spesialis Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, juga di IPB. “Walaupun dibutuhkan sedikit, keberadaan pupuk mikro sangat penting,” ujarnya. Bila tidak diperhatikan, lanjut dia, tanaman akan menunjukkan gejala defisiensi (kekurangan). Kalau sudah terjadi defisiensi, walaupun diberi perlakuan pupuk mikro, tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman tidak akan bisa pulih.
Bulir padi dengan pupuk SUPER NASA GRANULE
“Meskipun pupuk mikro hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit, ia menentukan produksi. Perlu diingat, yang paling menentukan produksi adalah unsur hara yang berada dalam keadaan paling minimal,” ungkap Iswandi, yang juga Dewan Pupuk Nasional, itu.
Perlu Edukasi
Di pasaran, sudah banyak beredar pupuk mikro kemasan. Ada kemasan yang hanya berisi beberapa unsur mikro, ada pula yang digabung dengan unsur makro, ditambah zat pengatur tumbuh maupun mikroba.
Sayangnya kenyataan di lapangan, petani masih banyak yang enggan untuk menggunakannya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai jumlah dan jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Ditambah lagi kurangnya edukasi dari pemerintah tentang manfaat hara mikro bagi pertumbuhan dan perkembangan padi.
“Sejak revolusi hijau, pemerintah memprogramkan peningkatan produksi padi melalui pemanfaatan pupuk makro, terutama yang berbasis N. Oleh sebab itu, sampai sekarang masih 60% petani menggunakan pupuk makro berbasis N,” imbuh Rahmat S. Sargani, produsen pupuk, di Bandung.
Tidak mengherankan bila aplikasi pupuk makro tidak diikuti peningkatan produksi. Sebab, untuk pertumbuhan dan perkembangannya, tanaman tidak memperoleh nutrisi yang lengkap. Jangankan memenuhi unsur mikro, pemberian hara makronya saja tidak lengkap. “Kalau tanaman sudah menampilkan gejala defisinsi hara mikro, pengurangan produksi bisa lebih dari 50%, walaupun kita sudah mengaplikasikan pupuk makro,” tandas Atang. “Pupuk mikro masih PR bagi kita karena baru menyelesaikan N, P, K, Ca, dan Mg,” imbuh Catur.
Saatnya Dimanfaatkan
Tampaknya penggunaan pupuk mikro wajib dilakukan. Sebab, menurut Iswandi, tanah darat maupun sawah di Indonesia hampir semuanya sudah sakit. “Sekitar 73% tanah pertanian kita kadar bahan organiknya sudah kurang dari 1%. Padahal, bahan organik ini ibarat nyawa bagi tanah,” tandasnya.
“Umumnya, lahan yang terus-menerus ditanami tanpa penambahan unsur mikro pasti akan tereksploitasi. Sebab, unsur mikro terus terpanen dari tanah. Oleh karena itu, pupuk mikro wajib kita tambahkan,” papar Catur.
Sebagai gambaran, setiap 1 ton jerami padi mengandung 9 kg N, 2 kg  P, 30 kg Silikat (Si), 6 kg Ca, dan 2 kg Mg. Bila jerami itu tidak dikembalikan ke sawah, tentu unsur hara mikro Si kian terkuras. Padahal Si, menurut Iswandi, sangat dibutuhkan oleh padi. Hara Si diperlukan untuk menjadikan tanaman membentuk daun yang tegak sehingga daun efektif melakukan fotosintesis.
Menurut Atang, daerah yang kekurangan unsur mikro, biasanya dijumpai pada lahan asam dan tanah basa. Seperti tanah mineral berbahan induk masam atau berbahan organik rendah, tanah berpasir putih (kuarsa), tanah berdrainase buruk, dan lahan yang terus-menurus dipupuk fosfat. “Sawah di Jawa cenderung sudah jenuh fosfat. Kalau sudah jenuh fosfat, semua unsur hara diendapkan menjadi garam fosfat yang tidak bisa diserap tanaman,” terang Iswandi. Dari 100 kg pupuk fosfat (TSP/SP-18) yang kita berikan, lanjut dia, hanya 15%—20% yang diserap tanaman. Sisanya yang 85% mengendap. “Bukan hanya mengendap sendirian tetapi juga mengendapkan unsur hara mikro,” urainya.
Beberapa wilayah di Indonesia yang miskin unsur mikro, terutama Fe, Zn, dan Mn, adalah Sulawesi, Maluku, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur. “Memang, ada daerah tertentu yang salah satu kandungan unsur mikronya tinggi, tapi daerah lain malah sebaliknya. Oleh sebab itu, sebelum merekomendasikan penggunaan pupuk mikro, kita lihat dulu kandungan unsur di dalam tanahnya. Lalu, melihat tanaman apa yang diusahakan,” papar Benny Hermawan MM., Direktur Utama PT Andalan Chemist Indonesia, produsen pupuk di Jakarta.
Menurut perhitungan Catur, paling tidak empat unsur mikro yang harus diutamakan, yaitu Boron (B), Mangan (Mn), Besi (Fe), dan Tembaga (Cu). Sedangkan menurut Atang, dari 7 unsur mikro itu, yang paling banyak dibutuhkan tanaman berturut-turut adalah Fe, Mn, Cu, dan Zn (Seng). Sementara Molibdenum (Mo), paling sedikit diperlukan tanaman.
Sebenarnya, menurut Iswandi, untuk mengembalikan kesuburan tanah bisa dilakukan dengan pemupukan organik, seperti pupuk kandang maupun kompos. Kedua pupuk organik itu akan mengekstraksi semua unsur hara (makro dan mikro) yang terikat dalam partikel tanah sehingga bisa diserap akar tanaman. Sayangnya, kandungan unsur mikro dalam pupuk organik ini rendah. Karena itu, pada lahan tertentu, penambahan hara mikro tetap diperlukan. “Kalau pemanfaatan pupuk organik itu dipertahankan, penurunan unsur hara mikro tidak akan drastis,” urainya.
Kesimpulan
Penggunaan pupuk mikro mutlak diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan hara pada tanaman, penggunaan pupuk organik juga diperlukan untuk memperbaiki kualitas tanah dan melarutkan residu kimia yang ada pada tanah, semua kebutuhan tanaman ada pada pupuk SUPER NASA GRANULE, dengan dosis rendah mampu meningkatkan produktifitas tanaman.